Ternate – istanafm.com. Prabowo Subianto telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) pada 5 Februari 2025 lalu.
Seluruh program bantuan sosial dan pemberdayaan masyarakat kini wajib merujuk pada data tunggal ini. DTSEN merupakan integrasi dari tiga basis data utama: Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Data P3KE (Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem).
Konsolidasi data tersebut telah diverifikasi silang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) milik Kementerian Dalam Negeri untuk menjamin akurasi.
Sekretaris Dinas Sosial Kota Ternate, Mohammad Irvan Gaus, mengatakan Inpres ini diterbitkan untuk memastikan penyaluran bantuan sosial lebih tepat sasaran.
“Dengan adanya DTSEN, penyaluran bantuan lebih objektif karena berdasarkan data yang terverifikasi,” kata Irvan kepada reporter Istana FM di ruang kerjanya, Rabu, 16 Juli 2025.
Ia juga menyampaikan bahwa Dinsos Ternate baru-baru ini menangani data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK) yang dijalankan oleh BPJS. Program tersebut bertujuan menjamin akses layanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu.
Menurut Irvan, penentuan penerima bantuan mengacu pada tingkat kesejahteraan keluarga yang telah diklasifikasikan melalui data desil, yakni pengelompokan berdasarkan kesejahteraan ekonomi.
“Penerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial adalah masyarakat dalam kelompok desil 1 hingga 5,” ujarnya.
Ia menjelaskan, klasifikasi itu mencakup empat kategori: sangat miskin, miskin, hampir miskin (rentan), dan tidak miskin. Namun, kategori “tidak miskin” dalam konteks ini tetap bisa menerima bantuan jika termasuk dalam desil bawah berdasarkan indikator ekonomi.
Di Ternate, kata Irvan, angka kemiskinan memang tergolong rendah. Namun ia menegaskan, masih ditemukan warga yang secara visual tampak mampu, tapi tercatat sebagai penerima bantuan.
“Banyak yang mempertanyakan kenapa rumah layak huni tetap mendapat bantuan. Padahal, penilaian tidak bisa hanya berdasarkan pengamatan kasat mata,” ujarnya.
Ia mencontohkan, penilaian BPS mencakup berbagai aspek, seperti pendapatan bersih, pengeluaran, konsumsi makanan, biaya pendidikan, hingga wawancara langsung.
“Semua indikator itu digunakan untuk menentukan apakah seseorang tergolong miskin, sangat miskin, atau tidak miskin,” kata Irvan. (Rifal)