Siapa tak kenal dengan Black Brothers, grup musik legendaris asal Tanah Papua yang “meledak” sejak awal kehadiran mereka di blantika musik nasional. Debut mereka di tahun 1976 dengan enam personel berbakat: Hengky MS ‘Mirantoneng Sumanti’/Manado, (vokal utama & gitar), Benny Bettay/Papua (bass), Jochie Pattipeiluhu/Ambon (keyboard/organ), Amry Kahar/Ternate (trumpet), Stevie Mambor/Papua (drum & vokal), dan David Rumagesan/Ternate (saksofon & vokal).
Dipimpin oleh manajer Andi Ayamiseba, band ini memadukan nuansa pop dan rock dengan warna khas Papua, menjadikannya salah satu grup musik paling berpengaruh di Indonesia.
Meski karier musik ke enam “Hitam Bersaudara” di blantika musik Indonesia terbilang singkat (1976-1979), namun mereka telah menghasilkan 66 lagu dari delapan album di bawah label PT Irama Tara, Jakarta. Judul album mereka antara lain; Irian Jaya 1 (1976), Derita Tiada Akhir (1976), Lonceng Kematian (1977), Kenangan November (1977), Kaum Benalu (1978), Misteri (1978), Lagu Natal terdiri dua album.
Dari durasi waktu yang cukup singkat ini mereka mampu menghasilkan dua album setiap tahun. Sesuatu yang jarang terjadi di blantika musik Indonesia. Dan uniknya, hampir semua lagu mereka “meledak” di pasaran. Kalau istilah kekinian jamak disebut viral.
_Perjalanan Awal: Meroket dengan Album Perdana_
Album pertama Black Brothers langsung membawa mereka ke puncak popularitas. Lagu “Kisah Seorang Pramuria” karya Hengky MS menuai kontroversi namun berhasil menjadi ikon. Sebab lagu ini pernah “diakui” The Mercy’s sebagai ciptaan Albert Sumlang (saksefonus The Mercy’s) . Padahal ini lagu “asli” ciptaan Hengky MS, sang vokalis cerdas yang banyak menelorkan tembang hits nan indah. Berkat keberanian mereka dalam bermusik, Black Brothers mampu memikat hati penikmat musik di seluruh nusantara.
Pada 28 Desember 1976, saat usia Black Brothers masih seumur jagung, mereka “berani” tampil dalam duel musik keras di Istora Senayan, Jakarta bersama SAS, trio rocker asal Surabaya. Pecahan dari kelompok rock AKA. Di situ ada nama besar Sonata Tandjung, Arthur Kaunang, serta Syeh Abidin. Kala itu terjadi “derby” antar- sesama Kawanua, Arthur Kaunang vs Hengky Sumanti.
Namun Black Brothers tak gentar diadu dengan nama besar eks personil AKA itu. Hengky cs menyajikan lagu “Huembello” dalam gaya hard rock yang menggebrak dan memanaskan aura Istora Senayan. Predikat mereka lantas terbang tinggi melewati beberapa nama grup band yang duluan hadir. Tahun berikutnya, mereka tampil bersama Freedom dan Grup Bani Adam di Bandung, mengukuhkan reputasi mereka sebagai band panggung yang memukau.
_Keunikan Gaya Bermusik_
Black Brothers memiliki kualitas menarik dalam bermusik. Di atas panggung, mereka sering membawakan musik bertema hard rock yang energik, sementara album-album mereka didominasi nuansa pop yang lebih melodius.
Inilah yang membuat mereka dicintai oleh berbagai kalangan hingga kini.
_Senja kala Hitam Bersaudara_
Pada 1982, mereka “pindah” ke negeri Belanda. Ada simpang siur informasi terkait alasan kepergian mereka ke benua biru nun jauh di sana.
Ada yang bilang begini, mereka pergi untuk mencari suaka politik. Ada pula yang mengatakan mereka hengkang demi untuk mengejar karier musik. Dan alasan yang disebut terakhir ini yang jamak dibicarakan terkait rencana “go international” mereka.
Dari enam personil Black Brothers, kini tersisa tiga orang, sedangkan tiga lainnya telah wafat. Hengky meninggal di Belanda dan dimakamkan di Manado. Stevie wafat di Canberra, Australia lalu dikebumikan di Manokwari. Sedangkan David yang bernama asli Abdullah Yunus wafat di Jakarta dan dikuburkan di Sorong.
Tersisa tiga personil saat ini masih eksis di bidang musik, namun tak lagi bersatu. Mereka terpencar di tiga benua. Jochie bermukim di Utrecht, Belanda, Amry tinggal di Jakarta. Sedangkan Benny menetap di Canberra, Australia.
Yang unik, Benny saat ini juga beraktivitas di bidang lain yang jauh dari cabikan senar bass. Ia justru bertugas sebagai juru parkir pesawat terbang di Canberra Airport.
Awal Mei 2024 lalu digelar Tribute to Black Brothers di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Iven yang bertemakan Merajut Kebangsaan ini menjadi suatu bentuk penghargaan kepada The Legends of Black Brothers atas karya mereka selama ini.
Konser itu melibatkan 12 artis serta beberapa penyanyi muda Papua yang khusus membawakan lagu-lagu Black Brothers. Iwan Fals tampil di penghujung konser menyanyikan lagu Hari Kiamat, salah satu masterpiece milik kelompok Hitam Bersaudara ini.
Personil Black Brothers yang sempat hadir pada konser 4 Mei 2024 itu adalah Amry Kahar yang kebetulan kini bermukim di Jakarta, serta Jochie Pattipeiluhu yang sengaja “didatangkan” jauh-jauh dari negeri kincir angin. Sedangkan Benny Bettay tak bisa hadir. Musababnya tak mendapat izin, sebab ia masih sibuk mengatur pesawat saat parkir di apron bandara.
Berhembus kabar teranyar, saat ini beberapa fans dan pemuda Papua tengah merancang acara di Manado, Sulawesi Utara. Mengingat penggemar Black Brothers terbilang cukup banyak di negeri nyiur melambai itu.
Maksud mereka ingin berziarah ke pusara Hengky Mirantoneng Sumanti -sosok sentral sukses kelompok Black Brothers- sekalian menggelar konser di sana. Ya kita tunggu. Rock never dies!
Ternate, 11 Januari 2025
Alwi Sagaf Alhadar
Kolumnis