Ternate, istanafm.com – Pembayaran hutang farmasi RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Provinsi Maluku Utara, Kota Ternate tertunggak dengan total mencapai Rp. 63 miliar. Hutang tersebut, tidak hanya mengenai obat-obatan, tetapi termasuk tambahan penghasilan pegawai RSUD.
Akhir 2023 ditambah dengan hutang baru rumah sakit totalnya mencapai Rp. 87 miliar, salah satunya hutang tambahan penghasilan pegawai 15 miliar lebih dan sisanya adalah perbekalan farmasi.
dr. Alwi assegaf saat ditemui, menjelaskan hutang Rp. 63 miliar pasokan farmasi adalah bagian dari tanggung jawab rumah sakit, itu sudah termasuk hutang di tahun 2024.
Meskipun hutang akan dibiayai pihak RSUD, tapi pihaknya akan mengajukan pembayaran pada Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
“Kalau hutang farmasi 63 miliar menjadi hutang rumah sakit, hutang itu sudah termasuk di tahun 2024,” ucap Plt. Direktur RSUD Chasan Boesoirie Kamis, (24/4/2025).
“Nanti akan kita tetap ajukan menjadi hutang di pembayarannya Pemprov itu yang sudah masuk sampai 2024 yang belum terbayarkan itu hutang bawaan dari sebelum kita masuk,” sambung Alwi.
Lebih lanjut, Alwi menyampaikan hutang tidak hanya tertunggak hingga 2024, tapi mulai dari 2022 per-Desember dan ditambah perbekalan farmasi pada tahun 2023.
Dengan kondisi yang belum diselesaikan pihak RSUD, membuat utang baru menjadi di tahun 2023.
Selain itu, ia juga mengungkapkan hutang tersebut bukan hanya tentang obat-obatan. Namun terdiri dari hutang tambahan penghasilan pegawai. Sehingga per-Desember 2022 total dari keseluruhan hutang mencapai sekitar Rp. 89 miliar lebih.
“Nah itu meliputi hutang di tahun 2022 per- Desember 2022, ditambah hutang perbekalan farmasi 2023, karena kondisi- 2023 rumah sakit memang belum mampu untuk menyelesaikan, kebutuhan pokok seperti perbekalan farmasi, kemudian menjadi hutang baru di 2023, itu semua kita usulkan posisi di Desember 2020, kan posisi hutang itu Desember 2022 itu Rp. 89 miliar lebih,” ungkapnya.
Terlilit hutang tentu membuat pasokan farmasi juga akan berdampak pada stabilitas pelayanan kesehatan. Hal ini lantaran, keuangan RSUD menjadi terganggu.
Namun dengan kondisi tersebut, Kepala Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Pemprov kemudian memfasilitasi dan menghadirkan vendor terutang untuk menyelesaikan masalah yang menimpa RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie.
“Nah itu yang membuat keuangan kita terganggu, kemudian kepala BPK memfasilitasi pertemuan dengan Pak Sekda hadir dan vendor-vendor terutang. Dari disitulah keputusannya bahwa hutang akan diselesaikan oleh Pemda Provinsi. Maka kita kemudian mengajukan di tahun 2023, tetapi hanya terbayar kurang lebih 2 miliar lebih,” jelasnya.
Kendati demikian, skema pembayaran dari Pemprov belum ada. Pihak RSUD tetap berupaya membayar dengan anggaran kas BLUD yaitu, sekitar Rp. 17 miliar lebih untuk melunasi hutang dan membeli obat-obatan yang baru.
“Desember 2023 ada kurang lebih 17 miliar rumah sakit membayar dengan kas BLUD. Walaupun waktu itu belum ada skema pembayaran oleh APBD, kami masih bayar jadi sampai 3 bulan pertama Januari, Februari, dan Maret rumah sakit membayar dengan anggaran BLUD sebesar 17 miliar melunasi hutang-hutang itu dan pembelian perbekalan farmasi baru,” tuturnya.
Sementara itu, ia juga mengatakan jika vendor masih terutang, tentu membuat pemesanan obat akan ikut terganggu. Namun Alwi, tetap optimis untuk menyelesaikan hutang tersebut.
“Tapi kan ada tata caranya harus pengajuan hutang kembali, ” ungkapanya.
Ia berharap Pemerintah Provinsi Maluku Utara dapat membantu menyelesaikan hutang tersebut. Meskipun pembayarannya bertahap, karena jika terlilit hutang tentu akan mempengaruhi perbekalan farmasi, sehingga menganggu stabilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.
“Kita harap ini Ibu Gubernur bisa membantu penyelesaian hutang ini karena mengingat di tengah hutang yang banyak untuk perbekalan farmasi tentu berdampak juga pada proses pengadaan obat-obatan untuk kepentingan pelayanan di rumah sakit, ” tandasnya. (Rifal Amir)