Next Post

Keluarga Sultan Sulu Klaim Menang Lawan Malaysia Rp 231 T, Properti di Paris Terancam Disita

Ilustrasi. (Foto: AFP)

Istanafm.com – Pengacara ahli waris Sultan Sulu, menyatakan bahwa petugas pengadilan Prancis berusaha menegakkan perintah penyitaan atas tiga properti di Paris yang dimiliki oleh pemerintah Malaysia. Penyitaan tersebut berkaitan dengan kemenangan kliennya, keturunan mantan Sultan Sulu di pengadilan Prancis terhadap sengketa aset senilai US$ 15 miliar atau setara Rp 231 triliun. 

Petugas pengadilan akan menilai properti pada Senin, 6 Maret 2023, setelah perintah penyitaan yang dikeluarkan pengadilan pada Desember. Namun pejabat Malaysia di kedutaan Paris menolaknya, kata pengacara dan pemerintah Malaysia.

Ahli waris Sultan Sulu terakhir dari Filipina berusaha memperjuangkan hak mereka senilai US$ 14,9 miliar yang diputuskan melalui pengadilan arbitrase Prancis tahun lalu. Pengadilan itu untuk menyelesaikan perselisihan dengan pemerintah Malaysia atas kesepakatan tanah era kolonial.

Properti Paris hanyalah set ketiga dari aset Malaysia yang telah diakui oleh ahli waris secara publik. Mereka telah mendapatkan perintah penyitaan untuk unit perusahaan minyak negara Petronas di Luksemburg dan telah meminta izin dari pengadilan Belanda untuk menyita aset di Belanda. Putusan tersebut dapat diberlakukan secara global terhadap sebagian besar aset Malaysia, selain premis diplomatik, berdasarkan konvensi PBB tentang arbitrase.

Seorang hakim Prancis pada Desember tahun lalu mengabulkan permintaan ahli waris untuk menyita tiga properti pemerintah Malaysia di Paris guna melunasi utang sebesar 2,3 juta euro atau setara US$ 2,46 juta. Upaya penyitaan di Paris belum pernah dilaporkan sebelumnya.

Malaysia telah diperintahkan untuk membayar ahli waris di bawah putusan arbitrase awal di Spanyol. Putusan itu tidak terikat dengan masa tinggal di Prancis, menurut pengacara Kesultanan Sulu. Kementerian hukum Malaysia tidak menanggapi permintaan komentar atas keputusan awal tersebut.

Hakim Prancis juga menemukan bahwa properti yang terletak di arondisemen ke-16 dekat kedutaan Malaysia di Paris, tidak memenuhi syarat sebagai tempat diplomatik, menurut dokumen pengadilan. Tidak seperti kedutaan, bangunan itu tidak memiliki papan nama resmi dan tidak dikenakan pembebasan pajak Prancis.

Paul Cohen, pengacara ahli waris, mengatakan perintah pengadilan itu tidak ambigu untuk menyita properti Malaysia. Pengadilan akan memutuskan langkah selanjutnya. “Sejauh Malaysia memblokir masuknya juru sita, mereka secara terbuka menentang perintah pengadilan Prancis,” kata Cohen.

Respon Pemerintah Malaysia 

Pemerintah Malaysia telah merespon keputusan Pengadilan Prancis. Dilansir dari Rappler.com, pada Rabu, 8 Maret 2023, pemerintah Malaysia akan memanggil ke pengadilan keturunan mantan Sultan Sulu.

Pemerintah Malaysia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa juru sita telah mendekati kedutaan Malaysia di Paris. Juru sita meminta akses ke tempat tersebut untuk mendapatkan deskripsi properti, namun akses ditolak oleh staf diplomatik. “Ini bukan upaya untuk menyita properti,” kata Sekretariat Khusus Sulu, sebuah departemen pemerintah yang menyelidiki klaim ahli waris.

Dalam nasihat hukum yang diberikan kepada Malaysia, juru sita diminta oleh penggugat untuk mendapatkan deskripsi properti berdasarkan hipotek hukum yang terdaftar di tempat pada bulan November.

Malaysia bermaksud memanggil penggugat untuk menghadap pengadilan yang sama yang mengesahkan pembatalan pendaftaran hipotek. Malaysia sebelumnya berjanji akan mengambil semua langkah hukum untuk melindungi asetnya di seluruh dunia.

Elisabeth Mason, seorang pengacara ahli waris, mengatakan Malaysia salah dalam menyatakan bahwa tindakan yang diambil oleh juru sita pada hari Senin berada di luar perintah penyitaan yang disahkan oleh pengadilan. “Perintah pengadilan memberikan instruksi kepada petugas pengadilan untuk memasuki properti non-diplomatik dengan memperhatikan penilaian dan penjualan mereka untuk memenuhi utang Malaysia,” kata Mason.

Sengketa tersebut bermula dari perjanjian tahun 1878 yang ditandatangani antara dua penjajah Eropa dan Sultan Sulu untuk menggunakan wilayahnya di Malaysia saat ini. Setelah merdeka, pemerintahan Malaysia yang baru menghentikan pembayaran sejak 2013 setelah serangan berdarah oleh pendukung bekas kesultanan yang ingin merebut kembali tanah dari Malaysia.

Ahli waris Sultan Sulu, yang pernah menguasai wilayah yang mencakup pulau-pulau yang tertutup hutan hujan di Filipina selatan dan sebagian pulau Kalimantan, mengatakan tidak terlibat dalam serangan itu. Keluarga Sultan Sulu mencari arbitrase atas penangguhan pembayaran.

ISTANA FM

ISTANA FM

Related posts

Newsletter

Jangan sampai ketinggalan informasi! Masukkan email Anda dan dapatkan update atas setiap berita terbaru di Istana FM!

ban11