Ternate – istanafm.com. Anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Muhammad Khozin, menyoroti persoalan pengakuan tanah adat dalam sistem agraria. Menurutnya, secara regulasi tanah adat telah diakui, namun pelaksanaannya di lapangan masih menghadapi banyak kendala.
“Salah satu kendala utama adalah masyarakat kesulitan menunjukkan tapal batas penguasaan tanah adat,” ujar Khozin kepada Istana FM usai kegiatan kunjungan kerja reses DPR RI di Hotel Sahid Bela, Ternate, Senin, 28 Juli 2025.
Ia menyebut sistem pertanahan formal telah memiliki sertifikasi seperti sertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (HGB), dan hak guna usaha (HGU). Sementara itu, tanah adat kerap kali tidak memiliki bukti hukum yang kuat.
“Karena itu, perlu langkah percepatan. Kami mendorong agar gubernur berinisiatif melakukan akselerasi koordinasi bersama GTRA agar persoalan ini dapat dimitigasi,” ujarnya.
Khozin menekankan bahwa penyelesaian konflik agraria tidak bisa dibebankan hanya kepada BPN atau pemerintah daerah. Menurut dia, penyelesaian harus melibatkan semua pemangku kepentingan.
Saat ditanya soal konflik lahan yang dialami warga Kelurahan Ubo-Ubo, Kota Ternate, Khozin menyatakan bahwa jika klaim tanah melibatkan aparat kepolisian, maka penyelesaiannya harus melibatkan seluruh stakeholder terkait.
“Intinya, GTRA harus menjadi solusi bagi seluruh konflik agraria,” tegasnya.
Ia menambahkan, konflik agraria selama ini bukan disebabkan oleh pihak asing, melainkan terjadi di internal, termasuk antara masyarakat dan lembaga negara.
“Kalau bicara soal political will, para pimpinan TNI, BUMN, kepala daerah, hingga kepolisian sebenarnya punya niat baik agar masalah ini segera terurai dan masyarakat tidak dirugikan,” pungkasnya. (Rifal)