Ternate — istanafm.com. Akademisi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Khairun, Rafli Marwan, menyoroti lemahnya peran pemerintah dalam meningkatkan budaya literasi di Kota Ternate.
Menurut Rafli, program Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Ternate baru mulai aktif, namun kondisinya masih jauh dari ideal.
Ia menilai, perpustakaan seharusnya menjamin ketersediaan buku yang dibutuhkan masyarakat. Meski jalur distribusi di Kota Ternate cukup banyak, pengelolaan koleksi buku dinilai tidak efektif. Karena kebutuhan refrensi yang dicari masyarakat nyaris hampir tidak ada.
“Kalau kami cari buku di perpustakaan kota, sangat sulit ditemukan,” ujarnya, Rabu, 18 Juni 2025.
Rafli mencontohkan kegagalan program literasi di Pulau Hiri. “Di kampung Faudu, kami pernah adakan kegiatan baca. Saya kumpulkan teman-teman, tapi literasinya tiba-tiba tutup karena tak ada pengelola. Rugi,” katanya.
Ia juga menyoroti Balai Bahasa yang sudah menerbitkan buku, namun sepi peminat. “Tidak ada yang mau ambil. Komunitas literasi di Ternate pun masih minim, kalah jauh dibanding komunitas lingkungan.”
Menurutnya, minat literasi belum menyentuh akar masyarakat. Pemerintah, kata dia, hanya membuat kegiatan literasi yang bersifat ekspresif dan elitis. “Kalau baca puisi, itu ekspresi. Tapi untuk dorong minat baca, belum ada yang serius.”
Rafli menegaskan, Perpustakaan Kota seharusnya menjadi garda terdepan dalam gerakan literasi. Namun program seperti perpustakaan keliling dinilainya belum efektif. Sebab minat baca anak-anak juga tidak ditangani serius.
Ia mendorong pemerintah menggandeng kelurahan agar membuat program literasi sejak usia dini hingga remaja dan tidak hanya berharap pada pendidikan formal.
“Harus jadi kebiasaan—misalnya, ada jam khusus tanpa gawai, diganti membaca, lalu ada laporan sebagai evaluasi,” pungkasnya.
“Seperti pepatah lokal, “Dodoto se biasa, poha biasa ua”—artinya, kalau tidak dibiasakan, pengajaran pun tak akan berdampak,” imbuhnya.
Meski Perda Nomor 7 Tahun 2023 tentang Gerakan Literasi telah diterbitkan, pelaksanaannya dinilai belum berjalan optimal. Ia mengkritik kebijakan yang terlalu berorientasi pada anggaran.
Menurutnya, tanpa dana besar pun, peningkatan literasi di Kota Ternate tetap bisa dicapai jika ada kemauan dari pemangku kebijakan.
“Kalau memang mau tingkatkan budaya baca anak-anak, jangan tunggu anggaran. Itu malah jadi hambatan,” tegasnya. (Rifal Amir)