Ternate – istanafm.com. Aktivitas industri tambang nikel di Halmahera Tengah, Maluku Utara, kembali mendapat perhatian serius.
Hasil penelitian yang dirilis oleh Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako pada April 2025 mengungkapkan adanya pencemaran logam berat, seperti merkuri dan arsenik, di wilayah Teluk Weda, Halmahera Tengah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa hampir 47 persen sampel darah warga yang tinggal di sekitar area penambangan mengandung merkuri, yang berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat dan ekosistem laut.
Laporan berjudul “Dampak Lanjutan dari Aktivitas Industri Nikel di Teluk Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara, Indonesia” ini juga menemukan kontaminasi logam berat pada sampel ikan yang hidup di perairan yang terpapar aktivitas tambang.
Kondisi ini jelas menimbulkan kekhawatiran, terutama bagi nelayan yang bergantung pada hasil tangkapan laut untuk mata pencaharian mereka.
Sebagai respons terhadap ancaman ini, sebuah dialog publik bertajuk “Logam Berat, Ancaman Nyata PT. IWIP di Laut Halmahera Tengah” digelar di Aula Malut Post, Kota Ternate, Kamis (29/5/2025).
Diskusi ini bertujuan untuk mempertemukan berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat, guna mencari solusi bersama terhadap masalah pencemaran yang terjadi akibat aktivitas pertambangan.
Fauji Momole, S.Pi., Plt. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Utara, saat ditemui, menyatakan bahwa pemerintah daerah akan melakukan pendalaman lebih lanjut mengenai dampak negatif dari aktivitas pertambangan terhadap masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir.
“Ini tentu menjadi perhatian serius bagi kami. Kami akan bersinergi dengan pemerintah provinsi, kabupaten, serta pihak terkait untuk menangani masalah ini. Dampaknya tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada sektor perikanan yang menjadi sumber hidup masyarakat setempat,” ujar Fauji.
Lebih lanjut, Fauji menekankan pentingnya melibatkan berbagai pihak dalam mencari solusi. Pemerintah daerah, mitra terkait, dan akademisi diharapkan dapat bekerja sama dalam menyusun langkah-langkah penanganan yang lebih strategis.
Mengingat masalah yang dihadapi sangat kompleks dan melibatkan kepentingan berbagai pihak, dari masyarakat hingga sektor ekonomi, maka perlu adanya koordinasi yang lebih intensif antara eksekutif, legislatif, dan pihak swasta.
“Sebagai bagian dari pemerintah daerah, kami hanya memiliki kewenangan dalam pengelolaan sektor perikanan. Namun, kami sangat menyadari bahwa sektor ini mengalami dampak yang cukup serius. Oleh karena itu, langkah-langkah taktis akan segera diambil untuk menyelesaikan masalah ini,” tegas Fauji.
Isu yang muncul ini tak hanya mengancam kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tambang, tetapi juga menciptakan ketidakpastian bagi para nelayan yang hidup bergantung pada laut.
Prof. Dr. M. Janib Achmad, Koordinator Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) Malut, menyatakan bahwa penelitian semacam ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan banyak orang.
“Masalah pencemaran logam berat di Halmahera Tengah memerlukan perhatian segera dari semua pihak. Penanganan yang cepat dan efektif sangat dibutuhkan agar dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat dapat diminimalkan,” pungkasnya.
Selain itu, langkah preventif untuk memastikan bahwa aktivitas pertambangan di masa depan tidak merusak ekosistem juga harus diprioritaskan.
Dialog publik yang digelar pada hari ini menjadi langkah awal yang penting dalam upaya mencari solusi jangka panjang dan menjaga keberlanjutan kehidupan nelayan serta kelestarian laut Halmahera Tengah. (Rifal Amir)