Ternate – Istanafm.com. Angka stunting balita di Kota Ternate menunjukkan peningkatan tajam dalam kurun satu tahun terakhir. Berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), jumlah balita stunting meningkat dari 303 anak pada Agustus 2023 menjadi 412 anak per Juni 2024.
Kenaikan ini turut mendongkrak prevalensi stunting dari 3,02 persen menjadi 4,1 persen. Pulau Hiri tercatat sebagai wilayah dengan angka tertinggi, yakni 17,89 persen, naik dari 16,6 persen pada tahun sebelumnya.
Staf bidang penanganan stunting Dinas Kesehatan Kota Ternate, Rulliy Agung Pratama, menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama stunting adalah pemahaman yang keliru soal pemberian ASI eksklusif pada balita.
“Banyak ibu sudah memberi ASI, tapi ketika bayi menangis, mereka langsung memberi pisang atau papeda merah. Padahal, usia 0-6 bulan seharusnya hanya ASI,” ujar Agung kepada Istana FM, Senin, 21 Juli 2025.
Menurut Agung, lambung bayi usia 0–6 bulan masih sangat kecil—ia menyamakannya dengan ukuran kelereng. Pemberian makanan padat terlalu dini bisa mengganggu pertumbuhan. Setelah enam bulan, bayi baru boleh diberi makanan pendamping ASI sesuai usia.
Selain aspek edukasi, Agung menyoroti faktor ekonomi sebagai pemicu lain stunting. Naiknya harga bahan pokok turut memengaruhi pola konsumsi keluarga.
“Daya beli masyarakat berbeda-beda. Ada yang mampu beli makanan bergizi, tapi sebagian hanya makan asal kenyang,” katanya.
Total jumlah balita yang tercatat juga mengalami penurunan dari 11.480 anak (2023) menjadi 10.269 anak (2024). Namun penurunan ini tidak sejalan dengan turunnya angka stunting, yang justru melonjak di berbagai wilayah.
*Lonjakan Kasus di Beberapa Wilayah*
Pada 2023, wilayah dengan angka stunting tertinggi setelah Pulau Hiri adalah Jambula (7,79 persen) dan Sulamadaha (6,86 persen). Pada 2024, Puskesmas Kalumpang mengalami lonjakan signifikan dari 2,52 persen menjadi 4,6 persen. Meski prevalensi di Jambula sedikit menurun menjadi 6,98 persen, wilayah ini masih termasuk dalam lima besar.
Sementara itu, Puskesmas Siko dan Bahari Berkesan menjadi wilayah dengan angka terendah, masing-masing 1,89 persen dan 1,12 persen.
*Strategi Penanganan: Dari Tablet Tambah Darah hingga Edukasi Calon Pengantin*
Dinas Kesehatan Ternate telah menyiapkan berbagai strategi jangka pendek dan panjang. Dalam waktu dekat, upaya difokuskan pada pemenuhan gizi ibu sebelum hamil, termasuk edukasi soal lingkar lengan ideal (minimal 23,5 cm), serta peningkatan konsumsi makanan bergizi.
“Makanan yang baik dan cukup jumlahnya penting, karena ini memengaruhi kondisi psikologis ibu dan berat lahir bayi,” kata Agung. Bayi yang lahir dengan berat di bawah 2.500 gram lebih rentan mengalami keterlambatan motorik.
Selain itu, imunisasi dasar dan pemberian vitamin juga menjadi prioritas, bersamaan dengan pelayanan kesehatan yang tepat sasaran.
Dalam jangka panjang, Dinkes menekankan pentingnya perubahan perilaku. Edukasi dan konseling berkelanjutan diberikan kepada ibu hamil, remaja, dan calon pengantin. Pendampingan juga dilakukan melalui posyandu dan sekolah, termasuk pemeriksaan gigi, kesehatan reproduksi, serta pemberian tablet tambah darah.
“Koordinasi lintas sektor termasuk dengan KUA juga dilakukan untuk menyasar calon pengantin agar siap secara gizi dan kesehatan,” ujar Agung.
Pemkot Ternate, bersama Dinkes dan instansi terkait, terus mengacu pada petunjuk teknis Kementerian Kesehatan untuk mengoptimalkan penanganan stunting.
Meski angka masih meningkat, mereka optimistis upaya kolaboratif lintas sektor dapat memperbaiki kualitas gizi anak-anak Ternate ke depan. (Rifal)