Ternate – istanafm.com. Pembangunan Anjungan Provinsi Maluku Utara tahap IV di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, kembali menjadi sorotan. Proyek senilai Rp4,4 miliar yang bersumber dari APBD 2025 ini dimenangkan oleh CV Pilar Nusantara Prima—kontraktor dengan rekam jejak kontroversial.
Data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) menunjukkan, perusahaan pemenang bukanlah penawar terendah. Tiga peserta lain, yakni CV Kalembo Ade Mautama (Rp4,08 miliar), CV Delta Izinhar (Rp4,14 miliar), dan CV Mitra Utama (Rp4,19 miliar), justru kalah dari Pilar Nusantara Prima yang mengajukan penawaran Rp4,4 miliar, tertinggi di antara peserta tender.
Keputusan ini menimbulkan tanda tanya. Apalagi, perusahaan pemenang pernah disebut dalam kasus perampasan lahan di Halmahera Timur. Dalam laporan sejumlah media lokal, pemilik Pilar Nusantara Prima diduga bersekongkol dengan pejabat daerah dan kepala desa dalam mengambil alih lahan warga untuk proyek pemerintah senilai Rp4,9 miliar. Salah seorang korban, berinisial DN, mengaku lahannya yang bersertifikat dirusak tanpa kompensasi memadai.
“Perusahaan yang sudah bermasalah seharusnya di-blacklist, bukan diberi peluang mengerjakan proyek pemerintah,” kata akademisi Universitas Khairun, Muamil Sunan, kepada Istana FM, Selasa, 19 Agustus 2025.
Muamil menyoroti keputusan pemerintah provinsi yang menggunakan anggaran daerah untuk pembangunan di luar Maluku Utara. Menurutnya, fungsi alokasi fiskal semestinya diarahkan pada kegiatan prioritas yang berdampak langsung pada masyarakat lokal.
“Output dan outcome dari proyek ini jelas bukan untuk masyarakat Maluku Utara. Ini pemborosan anggaran daerah,” ujarnya.
Selain soal kebijakan anggaran, Muamil juga menekankan pentingnya transparansi proses lelang. Menurutnya, jika mekanisme tender tidak dijalankan secara adil dan akuntabel, maka akan merusak kepercayaan publik.
“LPSE harus jujur dan konsisten menerapkan aturan,” kata dia. (Rifal)