Ternate – Istanafm.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara mendesak pemerintah pusat mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT Gamping Mining Indonesia (GMI).
Perusahaan tambang batu gamping itu berencana beroperasi di kawasan karst Goa Boki Maruru, Desa Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah, seluas 2.539 hektare.
Desakan ini muncul setelah Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah menggelar sosialisasi rencana operasi tambang PT GMI. “Kami minta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencabut izin PT GMI. Karst Sagea adalah kawasan konservasi yang tidak boleh ditambang,” kata Manajer Program Walhi Malut, Astuti Kilwouw, Rabu, 13 Agustus 2025.
Menurut Astuti, Karst Sagea memiliki ekosistem sungai yang menjadi sumber penghidupan warga. Penambangan akan merusak bentang alam berusia ratusan tahun itu sekaligus mengancam ketersediaan air.
“Walhi bersama warga Sagea menolak keras rencana operasi PT GMI. Pemda tidak boleh mengakomodasi proyek tambang ini,” ujarnya. Ia menilai langkah Pemda menggelar sosialisasi tambang menunjukkan keberpihakan kepada korporasi, bukan warga.
“Karst Sagea adalah benteng terakhir di Halmahera Tengah dan sumber hidup warga. Kalau sudah ditolak, kenapa masih dipaksakan?” kata Astuti.
Astuti juga meminta Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengawasi rencana operasi PT GMI sesuai Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2024–2043.
Pasal 58 ayat 3 menyebut Karst Sagea berfungsi sebagai daerah imbuhan air tanah sekaligus penyimpan air permanen dalam bentuk akuifer. Poin b aturan itu juga menegaskan kawasan tersebut memiliki keunikan dan nilai ilmiah tinggi serta wajib dikelola dengan zonasi khusus.
“Regulasi sudah jelas: Karst Sagea dilindungi. Pemprov harus bersikap. Kalau perlu, segera keluarkan rekomendasi pencabutan IUP PT GMI,” ujar Astuti. (Rifal)