Bulan Desember tahun 2008, merupakan bulan dan tahun yang tidak akan pernah saya lupakan. Ya, karena pada saat itulah saya melaksanakan ibadah haji untuk yang pertamakalinya, tepat di usia saya yang ke-30 tahun. Dengan melihat jutaan umat muslim dari seluruh dunia, yang kemudian berkumpul menjadi satu di padang Arafah, berkerumun menutupi bukit Jabal Rahmah dalam balutan kain ihram yang sama putihnya, mengangkat do’a untuk bermunajat kepada Tuhan yang sama, berdzikir bersama, sembari membaca kitab suci Al Qur’an yang sama, membuat dada saya terasa sesak.
Sesak bukan karena saya tidak bisa bernafas dengan lancar, sesak bukan karena debu dan cuaca panas yang terasa sangat menyengat di sana, atau sesak bukan karena memikirkan kebutuhan hidup duniawi yang sepertinya tidak pernah ada rasa cukupnya, tetapi sesak karena teringat akan semua dosa-dosa yang pernah saya lakukan, dimana semua dosa-dosa tersebut pastinya harus saya pertanggungjawabkan pada saatnya nanti, ketika saya dan seluruh manusia yang pernah diciptakan Allah Ta’alla dibangkitkan kembali di untuk berkumpul di padang mahsyar kelak. Kurang lebihnya, situasinya sama persis dengan keadaan ketika kita sedang berwukuf di Arafah.
Tetapi di sisi lain, dengan melihat jutaan umat muslim dari seluruh dunia, yang kemudian berkumpul menjadi satu di padang Arafah tersebut, membuat saya juga berpikir, bahwa sesungguhnya Islam adalah sebuah agama yang kuat, baik secara originalitas, maupun secara kualitas dan kuantitasnya. Hal itulah yang membuat saya juga merasa bangga dan terharu.
Dari sisi originalitasnya, Islam adalah sebuah agama yang memang berasal langsung dari Dzat Tuhan yang satu, Allah Ta’alla. Dzat Tuhan yang memang seharusnya disembah oleh manusia dan seluruh ciptaan-Nya, karena Allah Ta’alla bukanlah merupakan Dzat Tuhan yang berwujud dari hasil pemikiran manusia. Bukan Tuhan hasil rekaan manusia, dan bukan pula Tuhan yang muncul dari hasil konspirasi para manusia yang menasbihkan dirinya sebagai pemuka sebuah agama.
Islam adalah sebuah tuntunan yang langsung Allah Ta’alla turunkan melalui utusan-Nya, Rasulullah salallahu’alaihi wassalam. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa Islam bukanlah sebuah agama budaya, bukan pula sebuah agama rekaan manusia, apalagi sebuah agama hasil konspirasi yang bermotif ekonomi, politik, kekuasaan, dan nafsu birahi manusia semata.
Sedangkan jika dilihat dari sisi kualitas dan kuantitasnya, dengan melihat jutaan manusia dengan iman dan Islam yang sama, berkumpul dalam satu tempat dan waktu yang sama, sesungguhnya merupakan bentuk unjuk ketaatan dan unjuk kekuatan yang sangat luar biasa. Jika direnungkan lebih mendalam, hal ini sebenarnya adalah sebuah modal yang sangat besar untuk merumuskan sebuah gerakan kemajuan bagi umat muslim di seluruh dunia.
Berkumpulnya jutaan umat Islam dari seluruh dunia pada tempat dan waktu yang sama, sesungguhnya merupakan sebuah momentum atau kesempatan untuk membuat sebuah konfrensi atau pertemuan besar umat muslim dunia, yang seharusnya dapat menghasilkan sebuah komitmen bersama dari satu umat agama yang sama, untuk meratifikasi berbagai macam kebijakan bersama, yang nantinya dapat dijadikan sebuah komitmen bersama dalam upaya mengangkat harkat dan derajat umat Islam yang saat ini masih sangat terpuruk keadaannya dalam semua sendi kehidupan.
Jika pada haji wada Rasulullah salallahu’alaihi wassalam pada tahun kesepuluh hijriyah (632 M), telah menghasilkan sebuah ratifikasi tuntunan atau deklarasi hak dan kewajiban asasi manusia yang sangat luar biasa peranannya dalam membangun peradaban Islam di masa-masa berikutnya.
Dengan dibangunnya berbagai macam ratifikasi oleh Rasulullah salallahu’alaihi wassalam pada waktu itu, seperti ratifikasi tentang menjaga amanah, menjaga kehormatan wanita, menjauhi zina dan menjauhi riba, menghormati manusia lainnya sekaligus harta benda mereka, dan juga ratifikasi tentang perlakuan hukum yang adil, maka seharusnya umat muslim di dunia saat ini juga harus mampu untuk menghasilkan sebuah ratifikasi kebijakan, yang berisi komitmen persatuan seluruh umat muslim dunia, agar dapat keluar dari segala macam krisis yang melanda, seperti kelaparan, penjajahan terhadap umat muslim, perang saudara, perang dagang, perang teknologi, sampai kepada pemberantasan sekte-sekte sesat yang mengatasnamakan Islam sebagai landasan ajaran aliran sekte-sekte sesat, yang semakin banyak bermunculan di seluruh dunia.
Campurtangan tiga negara besar dunia (Amerika, China, dan Rusia) dalam dunia Islam, dalam seluruh bidang kehidupan, memang sangat memberikan pengaruh negatif yang luar biasa bagi umat muslim dunia itu sendiri. Karena itulah diperlukan sebuah komitmen yang kuat bagi seluruh umat muslim di dunia untuk membuat sebuah komitmen persatuan, agar dapat membuat sebuah pergerakan yang massif dari seluruh umat muslim dunia, agar dapat mengangkat harkat dan derajat kehidupan umat muslim itu sendiri.
Dalam berwukuf di padang Arafah, sesungguhnya bukanlah sebuah momentum untuk sekedar berdoa bagi diri sendiri saja, tetapi juga merupakan sebuah momentum yang sangat bagus bagi seluruh umat muslim dunia untuk mendeklarasikan persatuannya, agar umat muslim dunia memiliki satu suara dan dapat bersatu melawan penjajahan Israel terhadap Palestina, memiliki komitmen bersama dalam melakukan kegiatan perekonomian dengan menggunakan mata uang (currency) yang berstandarkan emas dan dinar untuk mengindari penggunaan mata uang Dollar Amerika (dedolarisasi), dan juga lebih mengoptimalkan lagi kinerja organisasi-organisasi Islam dunia seperti Organisasi Konfrensi Islam (OKI), Islamic Development Bank (IDB), Liga Muslim Dunia (Rabitah al-‘Alam al-Islami), Persatuan Ulama Islam Internasional (International Union of Muslim Scholars), dan berbagai organisasi Internasional Islam lainnya.
Jika momentum wukuf tahun ini dapat menjadi sebuah momentum untuk meratifikasi komitmen persatuan dan komitmen perubahan bagi umat muslim di seluruh dunia, maka saya sangat yakin, dalam beberapa kali wukuf lagi di tahun-tahun di bulan Dzulhijah yang akan datang, umat muslim dunia akan mulai merasakan manfaat dari sebuah momentum wukuf, momentum dimana bersatunya manusia yang berkomitmen untuk saling bahu membahu, saling bersatu, saling berusaha untuk menjadi umat muslim yang lebih baik lagi, umat muslim yang merdeka, umat muslim yang cerdas dan berilmu mumpuni, umat muslim yang kaya dan makmur, saling perduli, saling terkoneksi, dan saling mendoakan satu sama lainnya. Maka, diharapkan dari sebuah momentum wukuf, akan tercipta kembali sebuah peradaban Islam yang kuat dan makmur dan berilmu pengetahuan.
Semoga hal ini dapat terwujud, sehingga dapat juga mengurangi rasa sesak di dada saya, dan rasa sesak di dada seluruh umat muslim dunia saat ini, dikarenakan melihat keterpurukan umat muslim di segala sendi kehidupan, karena kebodohan, kemiskinan, kemalasan, dan juga karena melihat kehidupan umat muslim yang tercerai berai.
Khusus bagi umat muslim di Indonesia, dalam momentum pergantian pemimpin bangsa saat ini, umat muslim Indonesia harus membuka mata, membuka telinga, dan membuka hati, agar jangan sampai terperosok lagi ke dalam gorong-gorong yang gelap dan berbau busuk, sehingga tidak sampai salah lagi dalam memilih pemimpin bangsa ini kelak.
Selamat Hari Raya ‘Iedul Adha 1444 Hijriyah. Eid Mubarak, in sya Allah.
Wallahu’allam bisshowab
Jakarta, 28 Juni 2023/ 10 Dzulhijah 1444 H
Oleh: H. J. Faisal*
*Pemerhati Pendidikan/ Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor/ Waketum PJMI/ Anggota PB Al Washliyah