Next Post

Pilu Warga Uganda Usai Puluhan Siswa Dibantai

4837A53A-0A92-4594-AD54-4EBA1E866E01

UGANDA, ISTANAFM – Murid-murid di Uganda sedang menyanyikan lagu rohani saat kelompok Islam ekstrim menyerang sekolah mereka pada Jumat (16/6), kata seorang perempuan yang tinggal di seberang sekolah itu, seperti yang dikutip pada detiknews.

“Kemudian saya mendengar suara teriakan, kata Mary Masika kepada BBC. Serangan mengerikan di daerah Mpondwe itu membunuh 40 orang.

Diduga bahwa kelompok militan bernama Pasukan Sekutu Demokrasi (ADF) adalah pihak di balik serangan itu.

ADF berdiri pada era 1990-an dan secara terang-terangan melawan Presiden Uganda, Yoweri Museveni dengan alasan penindasan terhadap kaum Islam.

Sekolah Mpondwe Lhubirinha yang diserang pada Jumat (16/6) terletak dekat dengan perbatasan antara Uganda dan Kongo.

Masika mengatakan, ia dan penduduk sekitar merasa ketakutan akibat serangan yang berdurasi 90 menit itu.

“Saya tidak bisa makan atau tidur sejak itu, kata Musika kepada wartawan BBC dalam bahasa Swahili.

Murid-murid itu biasa bernyanyi sebelum waktu tidur. Awalnya ia dan anak perempuannya mengira suara teriakan yang menghentikan nyanyian mereka pada pukul 22:00 waktu Uganda menandakan anak-anak itu sedang bermain-main.

Namun, lama-kelamaan mereka sadar ada hal mengerikan yang terjadi di sekolah dengan 60 murid yang tinggal di asramanya.

Tentara ADF memasuki kamar-kamar asrama itu, membakar mereka dan menggunakan golok untuk membunuh dan melukai murid-murid.

Satu keluarga di Mpondwe mengadakan acara pemakaman pada Minggu (18/6) untuk mengenang seorang ayah dan anak yang tewas dalam serangan itu — seorang satpam berusia 47 tahun bernama Elphanas Mbusa dan anaknya, Masereka Elton yang berusia 17 tahun.

Mary Masika tinggal di seberang sekolah yang diserang dan ia mengaku sering mendengar anak-anak bernyanyi sebelum tidur

Anak Mbusa yang kedua, Brian Muhino yang berusia 15 tahun dan belajar di sekolah yang sama, tidak dinyatakan tewas tetapi hilang.

Keluarganya tidak mengetahui apakah dia termasuk salah satu dari enam anak laki-laki yang diculik atau berada di antara mayat-mayat anak yang sulit diidentifikasi karena telah terbakar cukup parah.

Hurubana Kimadi Onesmus mengatakan kepada BBC bahwa ia sulit memahami bagaimana para penyerang dapat memasuki sekolah tempat anaknya bekerja sebagai satpam dan di mana cucunya sedang belajar.

“Ada banyak pasukan militer di daerah itu, kata bapak berusia 69 tahun itu.

BBC diberikan waktu beberapa menit untuk memotret keadaan sekolah di Mpondwe yang diserang pada Jumat (16/6)

Kini, sekolah itu dipenuhi petugas keamanan, dan tim wartawan BBC hanya diberikan beberapa menit untuk memotret suasana gedung sekolah yang sempat terbakar itu.

Tempat kejadian itu terlihat sangat menyedihkan dan mengerikan.

Darah kering masih tertinggal di lantai depan asrama perempuan, kebanyakan dari mereka diserang dengan golok, dan sebagian tertembak saat berusaha kabur.

Asrama laki-laki saat itu dikunci, antara mereka yang menolak untuk membuka pintu kepada para kelompok militer atau mereka dikunci dari luar. Para militan menuangkan bensin pada gedung itu dan membakarnya.

Aroma kematian sangat pekat di ruangan itu, tempat tidur banyak yang sudah habis terbakar hingga tinggal kawat-kawat besi dengan potongan daging manusia masih tersangkut padanya.

Hurubana Kimadi Onesmus kehilangan anak laki-lakinya, yang bertugas sebagai satpam, dan salah satu cucu laki-lakinya. Namun, ia curiga cucunya telah diculik

Masika mengatakan bahwa mendekati akhir dari serangan, sekitar pukul 23:30 WIB, dia mendengar salah satu penyerang berbicara di depan pintu masuk rumahnya. Ia bertanya ke rekannya apakah tugas itu sudah selesai.

Mereka berbicara dalam bahasa Swahili, bahasa yang lazim digunakan di wilayah itu, dan kemudian mereka menyerukan “Allahu Akbar, yang berarti Tuhan yang Maha Besar.

Ia mengatakan setelah teriakan itu, seorang dari mereka menambahkan: “Kami telah berhasil mendestabilisasi negaranya Museveni.”

Masih belum jelas diketahui apakah asrama laki-laki dikunci dari dalam atau dari luar oleh para militan

Menanggapi serangan itu, Presiden Museveni berjanji akan mengirim lebih banyak tentara ke Pegunungan Rwenzori, yang terletak di sekitar perbatasan antara Uganda dan Republik Kongo.

“Aksi mereka… aksi teroris yang putus asa dan pengecut… tidak akan menyelamatkan mereka.”

Daerah sekitar Mpondwe dipenuhi campuran warga penganut agama Kristen dan agama Islam. Beberapa dari hadirin pemakaman datang mengenakan pakaian tradisional Islam.

Pemakaman lain untuk mengenang para murid yang tewas diselenggarakan di desa-desa tetangga, di seberang daerah itu. Kebanyakan dari warga merasa bingung dan tersakiti setelah mendengar tentang betapa kejinya serangan itu. (dtk/mla)

ISTANA FM

ISTANA FM

Related posts

Newsletter

Jangan sampai ketinggalan informasi! Masukkan email Anda dan dapatkan update atas setiap berita terbaru di Istana FM!

ban11