Istanafm.com – Anggota Komisi Hukum DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Trimedya Panjaitan menyebut vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo menunjukkan bahwa majelis hakim mendengarkan suara masyarakat. Dia menjelaskan, kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dianggap masyarakat perbuatan yang sangat keji.
Oleh sebab itu, kata dia, rasa keadilan masyarakat terusik sehingga hukuman maksimal lah yang diinginkan.
“Hakimnya mendengarkan suara masyarakat. Suara masyarakat karena dianggap peristiwa itu begitu keji,” kata Trimedya saat dihubungi, Senin, 13 Februari 2023
Trimedya mengatakan fakta-fakta yang ditunjukkan di persidangan sudah cukup kuat. Menurut dia, atas dasar itulah majelis hakim memutuskan vonis hukuman mati terhadap Sambo.
“Kami mengapresiasi. Walaupun saya bukan penganut ajaran hukuman mati. Karena mati itu di tangan Tuhan, bukan manusia,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota DPR Komisi Hukum lainnya dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil menilai vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo merupakan refleksi keadilan yang dituntut keluarga Brigadir J. Kendati demikian, dia menyebut Sambo bisa mengajukan banding jika merasa tidak puas terhadap putusan majelis hakim.
“Kami lihat ada pembelaan-pembelaan yang disampaikan, ya. Dan bisa jadi apa yang diputuskan oleh majelis hakim itu adalah refleksi keadilan yang dituntut oleh keluarga korban,” kata Nasir.
Mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta karena dianggap bersalah dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam sidang pembacaan putusan, Senin, 13 Februari 2023.
“Menjatuhkan pidana terhadap Ferdy Sambo hukuman mati,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan putusan, Senin, 13 Februari 2023.
Vonis ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, pada 17 Januari lalu jaksa penuntut umum menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup karena diyakini melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Source: Tempo.co
IMA DINI SHAFIRA | EKA YUDHA